Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Anak laki-laki VS anak perempuan, Memang Beda Gaya

www.jejakbunda.com


Secuil Kisah ia yang mulai bertumbuh


Ini adalah kali kedua dalam pekan ini Ia mendatangiku secara langsung ke kamar. Gayanya memang begitu dalam menjaga privasinya. Tiga hari sebelumnya ia datang sendiri. Menyerahkan sebuah kertas berisi tulisan yang ia tulis beserta sebuah buku serial chicken soup. Bedanya, hari ini ia datang ditemani adik laki-laki yang berada dua tingkat dibawahnya.

Masih dengan gaya yang sama, tersenyum khas lalu masuk dengan bahasa tubuh meminta izin. Ia memang tak pernah lupa meminta izin bila hendak mengakses ruangan kamar orang lain. Kamar saudara perempuannya sekalipun. 

Aku mencoba rileks dan tersenyum agar ia merasa nyaman lalu bisa dengan mudah menyampaikan apa yang mengganjal di hatinya.

Seperti beberapa waktu lalu. Ia sebenarnya datang sekedar ingin mengkritisi gaya bundanya mengeksekusi aturan rumah. Gaya yang menggangu diri dan privasinya. Yup. Panik dan meledak. Dua hal yang sebenarnya selalu menjadi hal yang ia tidak sukai dari sosok bundanya. 

Biasanya ia memilih diam lalu menceritakan ketidaksukaannya pada sang ayah saat mereka we time berdua ba'da subuh. Biasanya aktivitas berduaan kedua lelaki ini adalah membuang sampah di TPS lalu belanja buah ke pasar. Sambil ngobrol ringan terkadang ayahnya menyelipkan banyak value untuk anak lelaki tertua kami. Alhamdulillah, selain membangun kedekatan, banyak hal positif dari kegiatan we time keduanya.

Aksi diam itu tidak lagi ia lakukan. Ia memilih berbicara dan menyampaikan langsung uneg-unegnya. Aku tersenyum dalam hati. Sebuah keberanian yang cukup aku apresiasi si plegmatis shalihku tidak memilih untuk memendamnya seperti biasa.

Awalan yang cukup baik. Ia sampaikan keluhannya walaupun lewat perantara sebuah surat dan buku.

"Bunda, ini ada tulisan Abang, yang Abang ingin bunda baca. Dan ini adalah buku, bisa bunda buka di halaman 70 sampai 77. Mungkin bisa dijadikan petunjuk bila bunda kurang faham maksud Abang," ia berkata dengan tenang, menyerahkan buku lalu berpamitan untuk keluar.

We-o-we.
Aku akhirnya faham maksud ia memberi buku tersebut adalah referensi buatku yang menggambarkan situasi dirinya dengan mudah tanpa harus berbicara. Sekali lagi ini adalah sebuah kemajuan buatku dari perkembangan emosional remajanya.

"Baik Bang, terimakasih. Bunda izin segera baca ya," jawabku singkat sambil merogoh dua permen coklat dari tas cangklong abu-abu milikku. 

"Ini buat Abang," ujarku lagi.

Kulihat senyum mengembang merona di wajahnya.

Benar.
Isinya adalah sebuah pernyataan sikap bahwa ia tidak suka diperlakukan seperti apa yang telah terjadi kemarin. Ia bahkan mencontohkan beberapa sikap yang ingin ia dapatkan dariku sebagai ibu. Aku manggut-manggut dan terharu. My baby boy growing up so fast.

Itu adalah kunjungan pertama di pekan ini. Lalu tadi, saat ia bersama adiknya masuk ke kamar. Ia memandang mimik serius memandangku.

"Bunda, Abang boleh tanya,?"

"Silakan, Abang," jawabku dengan tubuh penuh kesiapan menanti pertanyaannya.

"Akhir-akhir ini Uti(red: ukhti, panggilan si sulung) sering sekali membayar paket. Boleh tau Uti membayar pakai uang simpanan yang ada di bunda, atau uang lainnya?" Tanya Abang serius.

"Uti tidak ada mengambil simpanan di bunda, Bang." Jawabku.

"Berarti Uti ada simpanan dari kerjaan Uti, bang," timpal adiknya, si nomer empat.

Kami memang tidak memberikan uang saku buat anak-anak. Kami sudah berterus terang pada anak-anak bahwa kami tidak memiliki kesanggupan untuk memberikan uang saku secara rutin. Selain pola maisyah yang dimiliki suami, kami berusaha menyediakan kebutuhan buat anak-anak seperti pangan pokok dan cemilan rumah. Sesekali saat memiliki penghasilan yang relatif kami memberikan kesempatan anak-anak request benda atau hal yang mereka inginkan. Yang terpenting adalah kami berharap anak- anak tidak terseret pola ketergantungan pada uang saku.

Uti, karena kesehariannya adalah magang mengajar di sebuah Taman Kanak-kanak, ia mendapatkan kafalah tiap bulannya. Setiap bulan ia rutin menyetorkan uang untuk aku simpankan dan hanya mengambil sebesar lima puluh ribu rupiah untuk kebutuhan bulanannya. Seperti pembalut, shampo dan benda lainnya. Biasanya dari besaran itu masih bisa ia sisihkan belasan ribu bahkan dua puluhan ribu rupiah untuk diakumulasikan ke kebutuhan bukan depan. Dengan begitu ia bisa menabung untuk simpanannya sendiri. 

Dari simpanan yang ia sisihkan sendiri, biasanya ia gunakan untuk kebutuhan mengentertaint dirinya atau bahkan adiknya. Makanya aku sempat surprise dengan pola dan cermatnya ia menabung. Tak terduga ia bisa menghadiahkan adiknya atau membiayai kebutuhan tidak rutin seperti membeli keperluan belajar dan lain sebagainya. Luar biasa cermat.

"Abang ada merasakan apa perihal ini," tanyaku. Ada rasa berat yang diekspresikan diri lewat bahasa tubuhnya.

"Abang juga ingin menghasilkan uang seperti Uti," jawabnya.

"Abang melamar pekerjaan aja. Mengajar atau membuat tulisan seperti Uti," tawar adiknya memberikan masukan.

Selain mendapatkan kafalah dari mengajar di Taman Kanak-kanak, Putriku kadang mendapatkan honor menulis dari sebuah kegiatan. Dalam usianya yang belum genap Lina belas tahun, mendapatkan pengalaman belajar adalah sesuatu yang menjadi credit poin bagi kami. Bukan sekedar rupiah.

"Ah, Abang tidak mau pakai cara itu. 

Abang maunya menghasilan uang dengan skill Abang lalu Abang ikut kompetisi dan menang," tolaknya pada ide sang adik.

"Nah, bagus itu bang. Abang latih lagi diri Abang. Kalau skillnya bagus tentunya akan banyak hal positif yang hadir," jawabku memotivasi.

Ia dan adiknya akhirnya keluar kamar. Puas karena ditanggapi dan merasa menemukan solusi yang sesuai prinsipnya sendiri dengan lega tanpa disalahkan.


Anak Laki-laki VS Anak Perempuan


Pola pengasuhan pada anak laki-laki dan anak perempuan memang memiliki perbedaan. Terkadang kita melihat anak perempuan cenderung lebih faham dan dewasa dibandingkan anak laki-laki yang kekanakan dan suka bermain sehingga sulit mendisiplinkan mereka. 

Anak laki-laki lebih mudah diberikan instruksi yang jelas dan tidak bertele-tele. Mereka adalah calon qawwam yang tidak boleh kita rendahkan. Sehingga penting bagi ibu untuk menjaga lisannya agar tidak menyerempet dan berujung mengecilkan hatinya atau menyepelekan usahanya. Bila instruksi kita belum mendapatkan respon, sebaiknya ajak anak dengan tenang, lalu minta ia mengulangi kembali instruksi apa yang kita sampaikan.

Sebaliknya pada anak perempuan yang notabene adalah makhluk dengan seribu emosi, maka sampaikan instruksi dengan melibatkan emosi saat ibu berinteraksi. Bahasa ini lebih ia fahami lebih mudah. Jangan lupa untuk menyampaikan bentuk emosi dengan cara yang sehat. Bila emosi dan cara ibu berbicara pada anak perempuan sudah tepat maka ia akan mudah mengikuti pola disiplin seperti harapan kita.

Selain memberikan bentuk kedisiplinan, semangat dan motivasi adalah hal yang tidak kalah penting dibangun dalam diri anak. Lelaki sejatinya adalah petarung. Ia akan lebih tertantang bila diuji keberaniannya dan kemampuan berkompetisi. Makanya rata-rata lelaki di usia matang memandang kesuksesan adalah sebuah hal yang prestisius. 

Sementara bagi perempuan di semua jenjang usia, hubungan yang sehat adalah hal yang sangat penting. Memunculkan motivasi bagi perempuan sangat mudah bila ada ikatan hati dan sehatnya relationship yang dibangun. Petuah dan nasehat juga bisa dimaksimalkan saat relationship dalam kondisi sehat dan prima.

Sekali lagi, anak laki-laki dan perempuan memiliki perbedaan perlakuan. Jangan sungkan untuk memberikan pujian dan sampaikan apresiasi secara langsung dengan memuji progresivitas yang ia miliki. 

"Wah, bangga sekali ibu melihat kamu bisa mengatasi situasi ini dengan baik,"

"Ibu senang sekali loh kamu berinisiatif membantu meringankan pekerjaan ibu,"

Dan banyak hal lainnya. Puji secara langsung dan sampaikan. Pun pada anak perempuan. Mereka juga senang dipuji. Tapi mereka lebih senang dipercayai. Berikan support pada anak perempuan lewat kepercayaan dan pintarnya ia mengambil keputusan. Hal ini mampu memotivasi dan meningkatkan kepercayaan diri padanya.

"Ibu percaya kamu bisa menjaga dirimu dengan baik,"
Kalimat ini lebih manjur dibandingkan mengatakan " Jangan sampai ibu dapat laporan kamu kecentilan atau pacaran di sekolah ya,"
Atau "Ibu tidak mau ya kamu bergaul dengan teman yang aneh-aneh,"
Justru tuduhan dan kekhawatiran itu berefek anak menjadi nekat bahkan mencoba membuktikan apa yang diprasangkai orangtua.

Ala kulli hal, baik anak perempuan ataupun lelaki mereka sama seperti kita yang dewasa, senang diberikan seruan yang lembut dan diperlakukan dengan baik.

19 komentar untuk "Anak laki-laki VS anak perempuan, Memang Beda Gaya"

  1. Kalau dilihat sekilas, anak lelaki cenderung to the point, sedangkan anak perempuan cenderung care dan lembut. Ternyata tidak sesimpel itu. Bisa jadi karakter yang mereka miliki memang genetik dari orangtuanya. Misal sifat tegas menurun dari sang ayah dan sifat humble dari sang ibu. Terima kasih ulasannya

    BalasHapus
  2. masya Allah, saya senang membaca tulisan ini, Mbak ... semoga anak2 Mbak Shisca tumbuh menjadi orang2 yang membanggakan dan shalih(ah). Saya masih belajar terus dalam membersamai anak2. Anak laki memang beda ya dengan anak perempuan. Anak perempuan lebih teras keterlibatan emosionalnya.

    BalasHapus
  3. Masya Allah pasti bahagia ya mbak punya anak seperti mereka, anak laki nya tegas sedangkan anak perempuan lebih peduli. Salam sayang untuk mereka mbak, sehat2 slalu Aamiiin

    BalasHapus
  4. waaah baca ini antara pingin ketawa, tapi juga haru dan ada rasa kagum.. subhanallah, anak anaknya mbak Sisca hebat hebat.. semoga bisa terus berkembang dan menjadi pelita umat.. amiiiin

    BalasHapus
  5. Bener banget. Pola pendidikan asuh dalam keluarga untuk anak laki dan perempuan memang berbeda. Cara komunikasinya beda. Bagus juga membiasakan anak untuk tidak minta uang saku key ortu. Saya suka miris kalau liat ada anak minta iang pulsa ke ortu tapi pulsanya cuma buat main game atau pacaran cinta monyet.

    BalasHapus
  6. Dulu pernah merasakan bagaimana rasanya menjadi anak laki-laki tapi berasa diremehkan. Memang sih waktu ortu sering melindungi, tapi dengan berkata "jangan ganggu dia, dia itu lemah" dengan niat untuk melindungi, malah jadinya kaya berasa diri orang paling lemah..
    Sekarang sih sudah bisa melupakan itu, dan berniat untuk tidak melanjutkannya pada anak nanti

    BalasHapus
  7. Setuju banget, anak perempuan memang lebih cepat dewasa ketimbang anak laki-laki. Dunia anak-anak laki memang luas, dan bahwa jika sudah jadi suami pun, mereka tetap bakalan seperti anak-anak, yang doyan bermain sama teman-temannya..

    BalasHapus
  8. Hihi pola pendidikan, yang kualami dan kurasakan dididik biasa aja. Gak disipli dan gimana-gimana, dan aku dan kakakku sepanjang hidup gak pernah akur. Gak tahu kenapa.

    BalasHapus
  9. Anak saya dua, laki-laki dan perempuan. Perbedaan yang mencolok itu masalah ketahanan fisik. Kalau yang laki-laki sukanya main tonjok. Harus disalurkan ke karate atau silat.

    BalasHapus
  10. Happy bacanya mba, semoga mereka kelak tumbuh jadi anak anak yang diberkahi dan menjadi ladang pahala untuk mba dan keluarga. Keluarga saya cewek semua, pas punya anak, yang satu laki laki semua, lainnya perempuan semua, tapi jadi seru kalau perhatikan mereka semua saya jadi banyak belajar mengenai karakter mereka

    BalasHapus
  11. Memang sulit mendisiplinkan anak-anak lelaki saya bund.... terutama si sulung yang sudah mulai beranjak remaja, sayanya yang jadi baper...
    kira-kira cara penyampaian saya udah bener belom ya tadi....?
    Anak saya jadi terintimidasi gak ya tadi?
    Sering-sering bun nulis tentang menghadapi remaja ya...
    Jadi referensi saya ini...

    BalasHapus
  12. Mulai terasa saat si sulung mulai punya banyak kawan, jadi informasi yang diterimanya gak lagi satu arah : orang tua, ada guru dan teman temannya.

    PR terbesar orang tua adalah menjadikan dirinya bintang didalam benak anak-anaknya.

    BalasHapus
  13. Anak perempuan memang anak dengan seribu emosi ya, hihi.. teringat anak2 perempuan di rumah kami, Nafila dan Nisrin kadang gak bs ditebak emosinya, terutama si kakak pas lg PMS hmm... garang wkwk
    Alhamdulillah ya kita punya anak2 yg lengkap jenis kelaminnya, laki2 dan perempuan.

    BalasHapus
  14. Masih sering mendikte si alzam sekalian dengan omelan. Padahal sadar, dengan satu kalimat instruksi dia paham tapi emang dasar mamaknya suka ngomel.. 😌😌

    BalasHapus
  15. Beda orang tua beda pula gaya mendidiknya, bapakku keras sama anak perempuan nya, ya gitu, tapi, positive nya saya bisa mandiri di umur yang cukup dibilang muda 17 tahun. Hehe.

    BalasHapus
  16. Sepakat! Sesuai fungsi neuron otak anak. Lakik lebih kognitif, dan perempuan lebih afektif ya kan Bund. Anak ku juga gitu. Yang cowok itu ya kalau diajak ngomong, kudu kenyang dulu. Kalau enggak, tak bakal masuk nasehat itu :))

    BalasHapus
  17. Masyaallah, jadi dapat ilmu parenting dari kk, terasa berbeda sekali memang dalam mendidik anak laki2 dan perempuan ya :)

    BalasHapus
  18. Setiap anak memiliki kekhasan dan karekter yang berbeda.
    Salut sama cara Aiman memberi saran kepada bundanya

    BalasHapus
  19. Wah dewasa banget cara berpikir si Abang ya pasti ini karena komunikasi yang baik dg ayah ya. Memang sih peranan ayah & ibu tidak bisa digantikan tapi saling melengkapi

    BalasHapus