Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Resensi|Maafkan Bunda Nak



Ayo Mak, kita pulang ya,Sapaku lembut pada tatap mata kosong dengan rambut tergerai berserakan.

 

Aku tau ia mendengar suaraku walau tak ada balasan darinya. Kuambil selembar kain yang diberikan pemilik kedai nasi di simpang Jalan Selamat, tempat yang dipilih mamak berdiam beberapa jam lalu. Kubalut tubuh yang tersingkap sempurna sambil merapikan anak rambut yang menutupi netra 

Tidak. Aku tidak malu mendekapnya walau banyak pasang mata melahap rapat dengan pandangan multi makna. Sekalipun Mamak, wanita yang sangat aku cinta dengan predikat Orang Dengan Gangguan Jiwa yang  tersemat pada dirinya.

Dulu Mamak tidak separah ini. Hilang akal , luapan emosi diluar kesadaran bahkan pingsan berhari-hari adalah salah satu efek saat gangguan jiwa mencapai puncaknya.

Iya. Dulu mamak tidak separah ini. Saat kami sekeluarga masih mampu merutinkan obat dan kontrol ke dokter di Rumah Sakit jalan Mahoni, Medan. Di sana bila kondisi Mamak sedang parah ia akan diberikan terapi dengan listrik. 

Ah, Dulu saat mamak tidak separah ini, ia belai rambutku lembut sambil berbisik

"Nanti kalau kau sudah menikah, Mamak ikut denganmu ya. Mudah-mudahan istrimu sesayang dirimu sama Mamak"

Aku mengangguk pelan sambil melebarkan senyuman. Ah Mamak, ia tak tahu aku tak sanggup membagi cinta dan perhatianku untuknya. Kan kuberikan cinta yang penuh agar ia tak berkekurangan merasakan kasih.

Hingga mamak menghembuskan nafas terakhirnya di tahun 2004 aku memenuhi janji pada diriku untuk menjadikan dirinya sebagai satu-satunya asbab cinta tanpa koma. Ia wafat saat usiaku 26 tahun. Usia yang cukup bagi pria menjadi nakhoda di bahtera rumah tangga.

Sejak menikah dengan ayah, mamak sering jatuh sakit. Namun hebatnya kuasa Sang Pencipta, ia mampu melahirkan hingga 11 putra, termasuk aku. Posisiku berada di tengah-tengah sehingga aku menjadi yang paling lama merawat Mamak dan sakitnya.

Sejak duduk di bangku Sekolah Menengah Pertama aku sudah merawat Mamak. Abang dan kakak sudah mulai memiliki keluarga sendiri selang beberapa tahun setelahnya. Masih ada beberapa adik yang tinggal bersamaku di rumah.

Mamak mengalami sakit sejak awal menikah dengan ayah. Terjatuh di pelaminan dan setelahnya ia menjadi gadis yang berbeda sebelum ia menikah. Dari pernikahannya dengan ayahku, mamak melahirkan 11 anak dan tak satupun dari kami mendapat ASI karena kondisi psikis Mamak turut down setiap melahirkan bayi.

Syukurlah karir ayah terus menanjak sehingga kami cukup berlimpah materi dan bisa mengobati Mamak ke RS Jiwa Mahoni. Saat mengantarkan Mamak, terkadang aku harus mengurung serbuan airmata melihat Mamak di setrum dengan alat saat ia sakit yang cukup berat.

Menjaga mamak kerap kulakukan sepanjang sore dan malam hari walaupun aku harus bersekolah di pagi hari. Kadang aku tertidur di kelas karena keletihan menjaga Mamak saat fase sakitnya di stadium yang lumayan parah. Para guru tidak ada yang memarahiku bahkan teman sekelas tetap bersikap hangat tanpa ada satupun yang merisak.

Pernah pula aku tak masuk kelas saat belajar di tingkat menengah atas. Libur berhari-hari saat mamak sakit dalam fase yang parah. Beruntungnya pihak sekolah masih berbaik hati tidak mengeluarkan aku dari sekolah.

Selain menjaga Mamak, aku pun menjaga dua adik yang tinggal bersama dengan kami di rumah. Jarak mereka cukup jauh denganku. Kadang, adikku menangis saat teman sepermainannya mengejeknya anak orang gila.

Seperti apapun yang orang katakan, tak mengurangi cinta kami kepada Mamak. Di saat kondisi jiwanya stabil, Mamak begitu ramah dan menunjukkan cintanya pada kami. Dibisikkannya bahwa ia ingin tinggal bersamaku bila aku kelak menikah. Walaupun disaat mamak sedang sakit, tak jarang adikku merasa takut saat mamak hendak melemparkannya ke dalam sumur. 

Ah, mamak begitu istimewa. Hingga suatu hari aku terinspirasi menuliskan lirik lagu 'Kaca Yang Berdebu' dan diterima dengan baik oleh penikmat lagu. MasyaaAllah, berkah terbaik yang mengalir sepanjang hidupku.


Begitulah, Lelaki itu berkisah begitu rinci tentang wanita yang begitu ia cintai hingga akhirnya harus rela membiarkan jalinan kasih terpenggal sementara waktu di dunia ini. Kisah yang menjadi obrolan di malam pertama ia menggantikan ayahku menjadi wali. Kisah yang membuat hari pertama perkenalan kami yang canggung banjir airmata. Kisahnya bersama sang bunda.

Kisah tentang ibu dan anak dalam sesi pengasuhan selalu memiliki banyak inspirasi sekaligus keharuan. Suatu hari di timeline aplikasi biru salah satu media sosialku, Evyta Ar seorang rekan blogger di blogger Sumut mengiklankan sebuah buku antologi berjudul Maafkan Bunda Nak.

Maafkan Bunda Nak merupakan sebuah proyek menulis Komunitas Ngaji Literasi. Author Pustaka Hanan ini bercerita bahwa buku ini hadir sebagai sebuah kenang-kenangan penulis yang tergabung dalam komunitas Ngaji Literasi jelang akhir tahun 2021.


Identitas buku

  • Judul : Maafkan Bunda, Nak
  • Genre : Keluarga, Pengasuhan
  • Penerbit : LovRinz Publishing CV. RinMedia
  • Penulis : Tim Penulis Ngaji Literasi
  • Tahun Terbit : 2021
  • Jumlah Halaman : 143 halaman
  • Nomor Edisi Terbit : ISBN : 978-623-355-649-1

Maafkan Bunda Nak jejakbunda.com
Cover buku


Buku yang ditulis oleh 18 kontributor ini memiliki dua bagian kisah. Bagian pertama adalah kisah yang berisikan 11 cerita pengasuhan anak. Sementara di bagian kedua ada 7 kisah yang bertutur tentang ibu. 

Maafkan Bunda Nak jejakbunda.com
Lembaran pembuka buku

Bayi rewel, jam tidur yang tak menentu, rasa letih dan berbagai permasalahan yang menghampiri drama ibu dengan balita baru mau tak mau menjawab ujian bagi emosional ibu. Mau marah, tentu tak mungkin pada ia yang belum mampu memahami sang bunda. Begitu tutur Hasni Tagili dalam cerita berjudul "Umi, Jangan Marah"

Lalu Dede Yulianti dalam judul "Genggam Tangannya hingga ke Surga" bercerita tentang ananda spesial yang menjadi pelengkap ujian syukur dan sabar bagi kedua orangtuanya. Setiap anak unik dan istimewa. Ibu menjadi sosok yang terus belajar mengembangkan potensi diri dalam merawat amanah anak yang diberikan oleh Tuhan. Bahkan tak jarang mendapatkan perundungan. Seperti yang dirasakan Nisma Niz, dalam kisah Ibu Tak becus.

Belum lagi perihal nutrisi anak. Masalah drama seputar menyusui pun turut mewarnai kisah pengasuhan. Susi Sukaeni bertutur lewat Bingung Puting Tujuh Keliling dimana sang bayi kesulitan menyusu lewat botol ASI original karena sudah terlanjur kenal dengan dot bayi.

Lalu berlanjut kisah berikutnya tentang drama kehamilan yang dialami Choirin Fitri dalam cerita berjudul Tiga Surgaku. Perjalanan kehamilan memang salah satu bentuk perjuangan seorang ibu. Pun melahirkannya seorang ibu juga belajar seperti kisah Gemi Wulandari dari Belajar dari Tangisan usai Saecarean. 

Merawat anak yang terdiagnosa TB dan mengalami kerusakan paru karenanya juga tak kalah membuat resah seorang ibu. Begitulah yang dirasakan Laila Thamrin dalam kisah Paru-paru Napasku.

Seperti penulis sebelumnya yang resah karena ananda tertimpa ujian sakit, Ruruh Anjar dalam Belajar Bangkit dan Linda Wijayanti juga menceritakan kisah sakit sang bayi saat menderita kolik.

Tak hanya ananda, saat seorang ibu harus memilih untuk resign bekerja demi sang buah hati dapat menjadi salah satu kisah yang menginspirasi ibu lainnya. Begitu yang dialami Umi Dewanti. Pun perjuangan sembuh dari Baby Blues Sindrom yang dirasakan Kanti Rahmillah. Begitulah cinta seorang ibu pada anaknya, tak hanya jiwa bahkan raga rela ia korbankan demi ananda.

Bagaimana dengan birul walidain seorang ananda pada ibunya? Akankah ia berbalas tak hanya sebelah?

Maafkan Bunda Nak jejakbunda.com

Saat ananda sakit, seorang ibu rela tak tidur siang dan malam mengupayakan kesembuhan dalam merawat anaknya. Lalu, saat bunda sakit? Menuntut waktu yang tak berbatas. Bahkan rasa sabar karena kelelahan dan hak tubuh yang mendera. Mampukah kita tetap ahsan memperlakukan ibunda. Kisah Evyta Ar yang menjadikan sang bunda sebagai Cahaya di Rumah Kami bisa menjadi inspirasi bagi ananda dalam berbakti.

Seperti waktu yang berputar ke belakang saat Evyta Ar menceritakan Cahaya di Rumah Kami. Kisah dimana ia merawat Ibu yang mengidap skizofrenia paranoid sejak tahun 1994 hingga saat ini. Begitulah yang dirasakan suami saat mengisahkan Mamak hingga ia berpulang ke Rahmatullah.

Ada yang tahu bagaimana beratnya menyembunyikan tangis dan senyuman dikala ia pun sedang menahankan rasa sakit pada luka yang menjadi asbab kematian? Seperti itulah yang ibunda lakukan sebagai defenisi cinta. Membuat Shafayasmin Salsabila belajar mengikhlaskan ketetapan Allah. Kisah senada saat merawat sang Bunda juga dituturkan Rindyanti Septiana saat sang ibu harus cuci darah dan akhirnya menyelesaikan perjuangannya melawan penyakit. Saat sakit, seorang bunda masih bisa memberikan pesan agar ananda mampu belajar banyak hal dari kehidupan. Seperti yang dilakukan oleh ibunda Alga Biru saat terdiagnosa kanker. Ah Ibu, betapa engkau begitu kuat walau dalam kondisi lemah sekalipun.

Bila sebelumnya kita bercerita tentang bagaimana bakti seorang anak pada sang bunda dengan segala keterbatasannya, di kisah berikutnya bercerita tentang keikhlasan Mela menerima taqdir perpisahan mama dan papa di Lika-liku Perceraian Rumah tangga. Rasa yang sama dialami Yuyun Suminah. Terlepas dari penyebabnya, problem perceraian kerap mempengaruhi perkembangan dan pembentukan karakter anak. 

Begitu banyak inspirasi cinta dari kisah seorang ibu dan juga ananda dimasa pengasuhan. Keajaiban cinta menambal segala kekurangan dan kelemahan yang ada menjadi kekuatan dalam menghadapi berbagai ujian hidup.

Bersyukur bagi setiap ananda yang masih mampu menatap dan memeluk erat raga sang ibu. Maksimalkan segala bakti sambil berharap keridhaan sang ibu menaungi setiap langkah ananda. Pun pada ananda yang hanya mampu menghadiahkan cinta pada kedua orangtua lewat untaian doa semoga Allah ijabah agar menjadi jariyah akan hadirnya ananda yang shalih.

16 komentar untuk "Resensi|Maafkan Bunda Nak"

  1. Ya ampun bacanya sambil nangis aku .....terharu banget bacanya 😘aaamiiin ya kakk

    BalasHapus
  2. Kisah tentang ibu memang selalu mengharukan dan memberi inspirasi. Selalu terlihat kuat di depan anak-anaknya.

    BalasHapus
  3. Cakep banget buku antologinya, ternyata kak Evyta salah satu penulisnya ya

    BalasHapus
  4. penasaran pengen baca bukunya, apalagi kalau buku yang berkaitan dengan ilmu parenting, suka penasaran

    BalasHapus
  5. Aaah mengsedih sampe nangis Bombay.
    Btw ada Nisma niz juga. Mendengar namanya awak jadi teringat bukunya masih ada 2 lagi di kede. Setiap ditanya mau dikirim kemana jawabannya selalu.. "aman itu..nanti aja.."
    Haisss deg degan lah

    BalasHapus
  6. Kalau sudah membahas relasi antara ibu dan anak, gak bs gak banjir air mata ya, huhuu,, mungkin karena di bawah telapak kaki ibunda ada surga dijanjikan Allah jadi hubungan batinnya terasa tertancap di sanubari. Nice resensi yaa BunShis

    BalasHapus
  7. Jadi pengen baca nih. pasti melow bacanya nanti. saya suka sih kumpulan cerita, selain tulisannya pendek, cerita masing2 penulis pasti punya gaya tersendiri.

    BalasHapus
  8. surga balasannya bayaaa. baik buat ibu maupun ananda yg lulus dapat ponten sempurna dari Allah. masyaAllah....

    BalasHapus
  9. Siapa yang letak bawang di sini, jadi sedih bacanya. Kak, makasih udah ulas buku ini, jadi refrensi banget untuk tulisan Gacil berikutnya.

    BalasHapus
  10. Tentang mamak aku selalu gak kuat bu, Doa&kasih sayang sepanjang masa buat mamak itu pun belum cukup. Haru baca buku ini. Masyaa Allah🙏🏻

    BalasHapus
  11. Auuufffft, my heart blow.. my eyes sed into tears baca tulisan ini. Ya ya benar sekali, apa pun kondisi orang tua kita, baik papa atau mama, mereka adalah orang tua kita, yang kita hormati, yang cintanya tak pernah hilang dalam kekurangannya. Deimmmm haru banget aku baca tulisan ini.

    2014 papaku divonis stroke. Tidak seperti pasien stroke lainnya yang cacat separuh badan, justru papaku tak bisa kontrol tubuh sebelah kirinya. Diagnosa dokter, urat sarafnya ada yang rusak. Papaku lost control. Apa yang tak pernah ia lakukan sebelum sakit dia lakukan. Memorinya seolah dia nyatakan harus jadi semua. Tapi di tengah sakitnya itu, dia melawannya. Katanya kalau mau kambuh, tubuh kirinya kaya kesetrum listrik. Jadi dia lawan dengan menggenggam batu sekuat tenaganya.Dengan begitu sakitnya sengatan di dalam tubuhnya bisa lebih cepat hilang.

    Penyakit ini dua minggu mamaku tutup2i dari kami. Sampai akhirnya aku terima telepon saat sedang di kantor "Bapa sakit. Kalau bapa sampai jalan-jalan, nggak bisa kekontrol lagi apa kalian sudah siap?" ujar mamaku sambil menangis.

    "Maksudnya?"

    Mama menjelaskan. Duniaku runtuh. Aku menangis sesenggukan. Lari ke kamar mandi kantor.

    Puji Tuhan, papa sembuh. Mujizat banget papa sembuh dari penyakit itu. Sampai sekarang kalau ingat itu, itu bukti nyata kebaikan Tuhan dan kekuatan dari doa dan berserah.

    Duuuh jadi curhat. hahaha

    Penasaran ama bukunya deh mbak.

    BalasHapus
  12. Cerita soal Ibu, pengasuhan, merawat selalu bikin mewek. Semoga semua orang yang dikasi Allah rezeki seperti ini semoga disabarkan amin

    BalasHapus
    Balasan
    1. Aamiin ya robbal alamiin, pengasuhan orang tua memang butuh kesabaran ya kak, jadi ingat dulu waktu kecil orang tua lebih sabar lagi ngadepin tingkah laku kita yg bikin pusing

      Hapus
  13. Jujur, Henny ngebaca dari awal sampai akhir itu rasanya enggak tahan pengen mewek, tapi penasaran. Nggak tau entah kenapa, kayaknya enggak sanggup aja mengulik kesedihan yang dulu pernah ada. Bahkan yang sedang Henny alami saat ini adalah melupakan rasa sakit, mengikhlaskan kalau apa yang sedang kita alami ini bersebab kita mampu.
    Henny dulu enggak ngeh, kenapa kita bisa dekat dan ternyata ini jawabannya. Mari kita sama-sama menguat, yes. (Adudu, jangan sampai Henny terinspirasi buat slot novel lagi, hiks)

    BalasHapus
  14. Itulah sebabnya saya dilarang nonton drama dan baca novel oleh keluarga.
    Dengan hipertensi yang diderita dan akan kambuh kalau sedih.
    Bahkan baca novel detektif yang bagian sedih-sedihnya itu dikit banget, atau sekedar nonton tom n jerry (kalo tom n jerry nya lagi kompak bisa bikin diriku terharu), apalagi baca novel 'maafkan bunda, nak' yang dari judulnya saja pasti akan membuatku bercucuran air mata hiks..

    BalasHapus
  15. buku bertemakan ibu memang gak ada matinya ya kak, sepanjang zaman tetap relate. Btw, kisah yang kk bahas kok nyesek ya huhu

    BalasHapus