Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

KBM dan horor stunting, Let's say Goodbye!





Assalamualaikum para emak, bunda, dan whatever panggilan kesayangan buat ibu- wanita kece dambaan keluarga di dunia. Semoga tetap semangat dan terus diberikan kesehatan. 

Kali ini isi blog aku bener-bener syurhat. Let's be organic ya.

Saat aku searching kata KBM di google dengan search engine nya, maka akan keluar KBM yakni Kegiatan Belajar Mengajar, KBM app, KBM novel.

Bukaaaaan.

Aku tidak sedang berbicara tentang hal-hal tersebut.

KBM yang sedang ingin aku ceritakan adalah tentang Kenaikan BB Minimal. Sebuah kondisi yang terjadi berbulan-bulan sejak usia putri cantikku menginjak usia 2 bulan hingga jelang usianya 9 bulan. 

Zhillan Zhalila, aku lahirkan pada Idul Fitri kedua ditengah pandemi korona. Tanggal yang membuat klinik persalinan langganan yang aku set beberapa waktu sebelum lahiran memutuskan tutup karena libur hari besar.  Alhamdulillah akhirnya kami menemukan second plan ke seorang bidan yang direkomendasikan beberapa rekan. Tanpa status dan rekam pemeriksaan pasien akhirnya beliau menerima konsultasi pertama lewat chat WhatsApp yang disusul penjemputan karena tidak disangka ketubanku pecah dini. Dengan sabar ia melakukan pertolongan pertama agar persalinan bisa segera dilaksanakan dengan menjaga cairan bertahan hingga bayi dilahirkan. Alhamdulillah, berkat izin Allah Jenna mungil lahir dengan BB 2870 dan PB 47.

24 jam setelah partus aku diizinkan untuk pulang ke rumah dan keesokan harinya aku menemukan Hemangioma tepat di atas kepala Jenna. Pyuhh. Aku mencoba untuk tetap santai karena sebelumnya Akangnya Jenna juga memiliki kasus yang sama walaupun berbeda tipe.

Sebulan genap usia Jenna, kuperiksakan ia ke spesialis anak untuk ditimbang dan juga diberikan layanan kesehatan anak pada umumnya. Alhamdulillah berat badannya naik 700gram. Angka yang tidak terlalu tinggi dibandingkan dengan enam anak yang lainnya di usia kelahiran yang sama. Namun aku masih bersyukur ada kenaikan berat pada bayiku.

Di usia ke dua bulan, kembali aku bawa Jenna seperti sebelumnya. Kali ini kenaikan berat badan Jenna naik sekitar 600gram. Sedikit kekecewaan menelusup perasaanku. Harapanku kenaikan Jenna bisa lebih baik dibandingkan bulan sebelumnya. Padahal dia kuberikan full Asi dengan DBF(Direct Breastfeeding). Beberapa waktu kemudian aku mencoba konsultasi dengan konselor laktasi. Kebetulan aku pun mengalami mastitis yang mengganggu proses menyusui bayiku.

Oleh konselor laktasi, aku kembali dirujuk untuk bertemu dokter konsultan yang merupakan salah satu petinggi komunitas AIMI di Medan. Alhamdulillah beliau juga seorang dokter spesialis anak. Dokter memeriksakan kondisi lukaku dan dua pekan kemudian aku diminta kembali menemuinya untuk memeriksakan pola pelekatan saat Jenna menyusui.

Awalnya aku menduga Jenna mengalami tongue tie tipe IV posterior karena terkadang ia menyusu sering terputus-putus. Ternyata dua pekan saat kami kembali bertemu dengan dokter, tidak ada hambatan tali lidah yang dirasakan. Namun, aku tetap diminta untuk terus mengevaluasi pola Jenna menyusu sembari melakukan skin to skin contact agar Jenna terstimulasi untuk menyusu.

Genap usia Jenna tiga bulan, kenaikan berat badan Jenna masih saja tidak signifikan. Hanya 400gram dalam sebulan. Padahal KBM(Kenaikan Berat Badan Minimal) pada bayi tiga bulan harusnya 800gram. Perasaan keibuanku semakin terintimidasi. Dokter meminta aku terus sabar dan merasa hepi agar hormon menyusui tidak terganggu. Selain skin to skin contact aku berikan ASIP (Asi Perah) pada Jenna untuk memastikan jumlah cairan masuk sudah sesuai ditambah dengan DBF sewaktu-waktu saat ia menginginkan Asi. Asip ini juga sangat membantu sekali saat aku harus melakukan aktivitas yang tidak memungkinkan dilakukan sambil terus lekat dengan Jenna. Seperti masak dan hal lainnya.

Genap di usia empat bulan, aku kembali menemui dokter. Masih dengan permasalahan yang sama. Kenaikan BB Jenna masih 400gram. BB Jenna 5000gram dan grafik BB sudah menurun hampir memotong garis bawah pertumbuhannya. Dokter memahami betapa aku merasakan rasa sedih dan tertekan. Ia meminta aku melakukan MPASI dini di usia Jenna genap 5 bulan bila kenaikan masih belum signifikan dan memotong garis. Awalnya aku meminta saran untuk dilakukan pemeriksaan pada Jenna agar tanda tanya besar perihal kesulitan BB yang naik ini terpecahkan. Hanya saja dokter masih meminta aku bersabar dan memaksimalkan ikhtiar menyusui Jenna.

Aku mengajak putri sulung 13 tahunku untuk bekerjasama dalam meningkatkan BB Jenna. MasyaaAllah, semoga Allah berikan banyak keberkahan padanya. Ia turut antusias agar adiknya bisa segera naik BB. Genap 5 bulan BB Jenna masih sedikit mendatar walaupun bila diakumulasikan kenaikan BB Jenna lumayan lebih baik dari bulan sebelumnya. Dokter meminta aku mempercepat pemberian MPASI untuk Jenna. Aku masih merasa ragu karena saat itu Jenna masih belum tegak duduknya dan rasa kekhawatiran melakukan MPASI dini ini lebih cenderung mendominasi. Aku berdiskusi dan sedikit bernegosiasi dengan dokter. Aku meminta mundur setengah bulan dari tawaran MPASI dini.  Untuk mendorong kenaikan BB aku disarankan memberikan formula khusus untuk bayi yang beresiko gagal tumbuh. Formula ini di plot pemberiannya sekitar 2 pekan sembari aku melakukan latihan fisik agar Jenna lebih tegak tulang belakang dan menyanggah tubuh dengan duduk yang lebih tegak. Aku berusaha menepis rasa getir mengingat realita kondisi yang anakku hadapi. Tak peduli Psy War dan dilematis kaum ibu pada wacana asi eksklusif ataupun non eksklusif. Pilihan ini merupakan hal paling realistis dari ketidak idealnya kondisi yang ada.

BB Jenna naik menjauhi titik potong garis pertumbuhan yang bulan lalu ia terobos. Alhamdulillah, Jenna pun sudah mampu duduk lebih tegak untuk mendapatkan MPASI homemade dengan mencuri start 12 hari sebelum usianya genap 6 bulan. Aku memberikan langsung MPASI dengan menu lengkap. Ditambah selingan buah yang memiliki kalori tinggi seperti alpukat, pisang dan mangga. Alhamdulillah di 1 bulan pertama BB Jenna naik drastis. Sedikit demi sedikit dosis infatrini aku kurangi hingga ia sudah tak lagi mendapatkan asupan formula.

Selang dua bulan kemudian, ternyata Allah mentakdirkan aku kembali hamil anak ke delapan. Aku segera berkonsultasi kembali ke spesialis anak dan spesialis kandungan. Alhamdulillah, dokter spesialis kandungan tidak melarang pemberian ASI NWP(Nursing While Pregnancy) karena aku tidak memiliki riwayat abortus dan kondisi rahim cukup baik. Namun, saat konsultasi dengan spesialis anak aku dengan jujur menyampaikan ingin memaksimalkan pemberian MPASI dan mensupport berat badan Jenna agar tidak mengalami resiko gagal tumbuh (stunting) di 1000 hari usia pertumbuhannya. Aku meminta izin untuk bertemu dengan dokter anak spesialis gizi. Dan akhirnya beliau memberikan support.

Saat bertemu, dokter anak spesialis gizi rekomendasi dari salah seorang spesialis anak langganan kami ia mengaku kaget bahwa Jenna merupakan anak ketujuh kami. Biasanya bayi yang dibawa konsultasi paling banter anak kedua atau ketiga. Tidak pernah diatas 5. Lalu, ia memplot BB(berat badan), TB (Tinggi Badan) dan lingkar kepala Jenna. Ketiganya berada pas di garis bawah kurva pertumbuhan sesuai standar WHO. 

Sebulan pertama program peningkatan BB ini, Jenna kembali diminta untuk diberi infatrini dengan harapan agar ia tidak kembali memotong kurva pertumbuhan. Pada skor grafik berat badan, Jenna masuk kategori kurus dengan nilai -2SD. Jenna di targetkan mendapatkan minimal 800 kalori setiap harinya.  Dengan catatan 500kalori lewat susu dan 300 kalori sisanya didapatkan dari MPASI fortifikasi agar terukur kalori masuk. 

Program ini kami lakukan sebulan dengan dukungan penuh dari anak-anak di rumah. Tiba waktunya konsultasi kembali, Jenna diperiksa berat badan, panjang badan dan juga lingkar kepala. Alhamdulillah, ada kenaikan yang sangat signifikan. 695 gram. Angka kenaikan yang cukup fantastis didapatkan untuk usia Jenna yang saat ini jelang sepuluh bulan. Dokter konsultan gizi yang memeriksanya Jenna merasa sangat senang dan mengapresiasi kenaikan berat badan Jenna. Walaupun kami masih memiliki hutang sekitar 400gram untuk mencapai berat badan normal bagi bayi seusia Jenna, tetapi pencapaian ini bukanlah hal yang biasa. Prestasi besar buat keluarga, begitu apresiasinya pada usaha menaikkan berat badan Jenna. Saat ini skor grafik berat badan Jenna menurut standar WHO sudah naik ke -1 SD. InsyaaAllah bila angka kenaikan berat badan bulan berikutnya naik seperti capaian bulan ini kurva perkembangan Jenna sudah mengikuti garis normal pertumbuhan.

Alhamdulillah bini'matihi tatimush shalihat untuk salah satu rezeki pemberian Allah lewat perkembangan pertumbuhan Jenna saat ini. 

Teruntuk para ibu lainnya yang sedang berjuang untuk problem tumbuh kembang anandanya semoga lelah dan upayanya Allah berikan ganjaran kebaikan. Tetap semangat dan menyemangati satu sama lain.


11 komentar untuk "KBM dan horor stunting, Let's say Goodbye!"

  1. MasyaAllah Tabarakallah. Semoga Jenna cepat melewati garis grafik pertumbuhan minimal ya Bun .

    Nantinya bakal ngalamin tandem nursing. Emaknya harus relax bener ini..

    BalasHapus
  2. Dulu salah satu bayi kembar saya juga dikasih Infantrini mba. Alhamdulillah 2 minggu saja, bulan depannya naik badannya. Agak deg-degan saya baca cerita Jenna yang kenaikan badannya minim sekali, bahkan di 3 bulan pertama kurang dari 1 kg. Tetap semangat ya mba. Yakin usaha sampai.

    BalasHapus
  3. Keluarga yang kompak.
    Bareng-bareng berusaha untuk kenaikan BB si bungsu...
    Tetap semangat buat Yumna dan adik-adik...
    Keep healty buat Bunda D'Lima, semoga hamilnya sehat, dan lancar lahirannya...

    BalasHapus
  4. Alhamdulillah ya mba semoga sekarang Jenna sudah lebih baik kondisinya, stunting memang masih banget jadi momok masalah kesehatan bayi dan anak di Indonesia ya mba, yuk semangat sbg ortu biar anak kita bebas dari stunting ya

    BalasHapus
  5. Maslah berat badan anak dan stunting ini memang sangat menghantui para ibu ya. Dulu anak saya juga kurus. Tapi saya sih tidak mempedulikan omongan orang. Sekarang anak saya BB normal, karena memang semua anak punya masanya masing-masing

    BalasHapus
  6. Semoga ananda semakin sehat dan tumbuh semakin besar ya mbak sehingga bisa mnjadi anak yang dibanggakan orangtuanya

    BalasHapus
  7. Senangnya baca curhatan Bunsis ini, gitu dong curhat panjang jd 1 blog. Akhir² ini suka jenuh dg postingam blog yg isinya iklan hehe... Sehat selalu Baby Jenna Sayang... Insyaallah gak akan stuntinglah.

    BalasHapus
  8. Alhamdulillah. Sehat2 terus ya Jenna. InsyaAllah jadi anak sehat bahagia, salihah dan pintar yaa. Aamiin

    BalasHapus
  9. Mbak nggak sendiri kok, anak-anakku juga berat badannya selalu di bawah rata-rata. Yang besar malah picky eater, jadi bener-bener bikin puyeng milih menu yang bisa meningkatkan nafsu makan mereka. Semangaaaat mbak, semangat juga buatku, hehe.

    BalasHapus
  10. Ikut prihatin mbak, masalah stunting memang sering menjadi momok menakutkan. apalagi si anak susah makan, jadi nutrisinya juga minim. Semangat ya mbak, pasti si kecil bisa tumbuh dengan berat badan yang bagus.

    BalasHapus
  11. Akhir-akhir ini kebetulan saya mendapati tulisan-tulisan serupa, membuat diri ini tersadar ternyata drama menyusui dan BB Bayi itu kompleks juga terutama perjuangan batinnya. Saya pikir dulunya kayak.. oke, menyusui itu engga gampang, karena kadang ASI gak lancar, tapi bisa sebegitunya berdampak kepada bayi dan perasaan ibu. Kok saya baru ngeh ya perjuangannya. Semoga Jenna bisa tumbuh sehat dan cerdas, serta menjadi anak yang sholeha. Aamiin. Semoga ya Bun!

    BalasHapus