Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Tips mengajarkan ananda belajar masak

Seorang teman bercerita bahwa ia memiliki kemampuan masak yang terbatas atau bisa dibilang seadanya di awal memasuki pintu gerbang pernikahan. Saya tersenyum mendengar penuturannya sambil membayangkan bahwa teman saya dan juga suaminya bisa jadi lebih beruntung. Bukan hanya kemampuan masak yang seadanya, saya malah belum pernah turun untuk memasak di dapur kecuali menggoreng telur dan mie instan. Hasilnya bisa dibayangkan bagaikan letusan balon hijau, betapa kacaunya pak suami saat mencoba sup daging yang saya sajikan perdana di kontrakan kami. Makanan berkuah dengan potongan daging dan beberapa sayuran yang saya klaim berjudul sup ternyata masih mentah karena tolak ukur makanan matang dalam fikiran saya adalah keluarnya gelembung udara di dalam air. Bahasa Medan nya, yang penting menggelegak,angkat. Jangankan daging, wortel dan kentangnya saja tidak terkunyah karena cuma dicemplungkan sepanjang sepuluh menit di dalam panci.

Masih dengan nasib yang sama, keesokan paginya suami saya hidangkan bubur kacang hijau dengan tekstur dan rasa yang amburadul. Saya betul-betul tidak faham bahwa kacang hijau sebelum dimasak lebih baik direndam dahulu agar cepat matang lalu pemberian gula aren dilakukan setelah biji kacang hijau merekah. Salah kaprah yang saya lakukan adalah menuangkan biji kacang hijau bersamaan dengan gula aren dengan dalih efisiensi waktu. Alhasil kacang hijau yang saya masak bantet dan mengeras tak kunjung pecah walau telah setengah jam lamanya berada di panci dengan kompor yang menyala-nyala. Tak puas dengan hasilnya, eksperimen selanjutnya bukanlah dengan mengganti kembali air rebusan full gula aren dengan air baru, saya malah menambahkan krimer kental manis agar bubur kacang hijau yang saya masak bisa semanis asumsi buntu jalan fikiran saya. Yang ada kacang hijau semakin mengeras dengan kuah yang tidak bisa dideteksi masuk ke golongan rasa yang mana. Pagi itu, suami yang saya nikahi buah ta'aruf dengan proses satu bulan itu menyerah dan membawa saya ke warung soto dengan alasan lagi ingin mentraktir saya makan. Dengan polos dan percaya diri saya manut dan tidak merasakan kegagalan di dua puluh empat jam pertama menaklukkan dapur.

Memasak ini perkara niat, motivasi dan jam terbang. Setidaknya itu yang saya rasakan dalam perubahan cita rasa dan citra saya di dunia perdapuran. Semangat belajar dan berkreasi membuahkan hasil bisnis katering masakan rumahan yang akhirnya saya geluti setelah tujuh tahun menikah. Lama memang mendapatkan feel nya. Tapi setidaknya suami merasa cukup puas dengan pembuktian ini.

Tak ingin mewarisi dosa dan kesalahan yang sama, akhirnya saya dan suami bersepakat untuk mentargetkan skill memasak untuk anak-anak kami dimulai di usia dua belas tahun. Setengah usia saya saat memulai pernikahan. Karena pilihan kami terhadap pendidikan anak-anak adalah bersekolah rumah, maka dirumuskan target pencapaian life skill putri sulung kami adalah satu tahun.

Sebelum terjun ke dapur untuk memasak lauk, anak-anak terlebih dahulu belajar memasak menggunakan rice cooker. Memasak dengan rice cooker ini diberlakukan bergiliran. Alhamdulillah, bahkan putra laki-laki kami yang keempat berusia enam tahun sudah berhasil memasak dengan hasil yang memuaskan walaupun dengan rice cooker. Perasaan saat ia mampu memasak nasi sesuai harapan mengubek-ubek perasaan saya. Membayangkan saat usia saya enam tahun bukan memasak nasi yang saya mampu. Menyendokkan nasi kedalam mulut saja terkadang masih dibantu ibu karena kurangnya kemandirian dan bantu diri. Kembali lagi ke belajar masak nasi dengan rice cooker. Teknik yang diajarkan ke anak-anak untuk masak nasi adalah ilmu warisan yakni mengukur beras dan air dengan menggunakan ruas jari. Believe it or not. Its work. (Untuk bagian yang ini, lakukan gaya dan intonasi persis seperti yang anda tonton di televisi)

Dalam kurun waktu setahun, program belajar masak apa yang diajarkan ke Ananda?

Ini pertanyaan yang cukup mendasar. Dan ini tidak hanya saya aplikasikan pada putri sulung yang berusia dua belas tahun. Pada adiknya yang laki-laki ataupun adik perempuan berusia delapan tahun juga.

Tiga bulan pertama, adalah belajar mencicip masakan.
Mencicip masakan selama hal penting yang harus dilalui anak. Agar mereka sudah punya rekaman rasa pada memori tentang rasa masakan yang dimaksud. Misalnya rasa gurih pada tumisan, kuatnya aroma bumbu pada masakan kari, rasa pedas pada jenis balado, dan lain-lain.
Sepanjang tiga bulan, dengan bertahap setelah anak mampu merekam rasa orisinal aneka makanan yang dimasak kenalkan anak pada kemampuan menakar keseimbangan rasa makanan. Misalnya paduan gula dan garam yang takarannya berbeda pada jenis masakan kuah ataupun tumisan. Pemberian merica atau kecap sebagai pelengkap bumbu dan aroma.

Tiga bulan berikutnya setelah anak sudah mampu melakukan tugas kecakapan dalam mencicip dan menakar bumbu dapur dengan seimbang, tahap selanjutnya adalah mengenal jenis bumbu dan bahan masak.
Dalam tahapan ini, skill tiga bulan pertama masih terus harus dilakukan oleh anak. Berikan ia kesempatan untuk menentukan rasa masakan untuk meningkatkan otoritas dan kepercayaan diri. Bilamana kita masih merasakan ketidaktepatan sesuai seperti yang kita inginkan lakukan koreksi tidak di depan anak. Atau bila anda bisa memastikan koreksi yang dilakukan bisa memberikan kebaikan yang positif buat anak, lakukan dengan pola diskusi.
Tahap di bukan keempat hingga bulan keenam adalah mengenal bumbu dan tau perbedaan diantara keduanya. Cara yang saya lakukan adalah memberikan kesempatan bagi anak untuk menata dan melakukan food preparation pada bahan masakan berjudul bumbu dapur. Untuk permulaan, biarkan anak mensortir bawang dan cabai di tempat yang tersedia. Mengajarkan mereka perbedaan bawang merah dan bawang putih. Cabai hijau dengan cabai rawit. Lalu dilanjutkan dengan mensortir jahe sekaligus membedakannya dengan lengkuas. Mengenali dedaunan aromatik seperti daun jeruk, daun salam, daun kunyit, daun temurui (salam Koja). Lalu membedakan merica dan ketumbar. Lakukan perulangan agar anak faham perbedaan dan juga fungsinya untuk masakan yang hendak disajikan.

Tanpa mengurangi porsi belajar di dua tahapan sebelumnya, kita masuki skill tahap selanjutnya yakni mengolah masakan. Berikan kepercayaan pada anak untuk mengolah bahan masakan. Seperti teknik menyiangi sayuran, menyiangi ikan, mengolah mie, menghaluskan bumbu masakan dan lainnya. Intinya adalah kepada tahapan persiapan bahan masakan sebelum masakan benar-benar diolah lewat tumisan ataupun gorengan.
Berikan kepercayaan kembali di bulan selanjutnya untuk menyiapkan masakan sederhana.
Seperti menyiapkan sarapan pagi dengan olahan nasi goreng, membuat mie tumis, mengukus dimsum, merebus sayur bening ataupun menumis sayuran. Hal ini penting agar anak bertambah kepercayaan diri lewat olahan yang berhasil ia selesaikan lewat tangannya. Dan masakan sederhana ini masih terhitung belum memberatkan anak sehingga anak tidak mudah bosan dan jenuh berlatih ke tahapan berikutnya.
Pada bulan berikutnya di tiga perempat waktu sebelum mencapai garis finish, anak bisa diajarkan teknik memasak nasi tanpa rice cooker. Ada dua cara yakni dimasak dengan cara di aron ataupun di jari dalam dandang. Alhamdulillah anak saya berhasil memahami dan membedakan proses antara kedua teknik tersebut dengan baik dan hasil yang sukses.

Untuk tahapan akhir di bulan ke sepuluh hingga bulan ke dua belas, berikan kesempatan anak mengolah masakan dengan kesulitan sedang ataupun berat dipandu dan diawasi ketat. Untuk tahapan ini lakukan dengan penuh cinta agar ruh memasak tumbuh pada diri anak dengan cinta dan kesadaran. InsyaaAllah genap setahun kita akan mendapati ananda menjelma menjadi koki cilik yang bisa kita andalkan.

Tips tambahan:
1. Berikan motivasi dan semangat pada anak tentang manfaat memasak dan mengolah makanan untuk diri dan keluarganya kelak.

2. Jangan berikan respon negatif saat hasil yang ditunjukkan anak belum sesuai dengan harapan kita.

3. Ajarkan anak memiliki buku dan catatan saat ia belajar masak dengan kita. Menulis adalah cara mengekalkan ilmu, dan membaca ulang kembali adalah merawatnya.

4. Ajak anak menonton video ataupun tutorial memasak masakan yang ia suka ataupun yang ingin kita eksekusi.

5. Izinkan anak untuk mengkreasikan bahan makanan sesuai yang ia inginkan.

6. Ajak anggota keluarga yang lain untuk menikmati hasil olahan masakan ananda dan berikan review yang menyenangkan.

7. Bila ingin memberikan kritikan untuk perbaikan lakukan dengan tulus dan pahami karakter anak.

8. Do'akan anak agar ia mudah mempelajari sesuatu termasuk memasak.

Semoga bermanfaat ya tips nya. Mudah-mudahan ananda berhasil dan nyaman dengan skill yang akan mendukung kemandiriannya ini.

13 komentar untuk "Tips mengajarkan ananda belajar masak"

  1. Hahaha mba aku bacanya jadi inget waktu baru belajar masak abis nikah. Taaruf juga dan banyak drama masakan yang jadinya lucu gitu hihihi 😂. Maklum aku ga jago masak. Nah kalau masak aku suka ajak anak aku. Sambil masak sambil kenalin nama-nama bahan makanan ke dia, sambil dia cobain juga. Jadi masak sambil menstimulasi anak jadinya dan anak bisa belajar banyak hal hanya dari kegiatan memasak aja

    BalasHapus
    Balasan
    1. Wah, toss lah kalo begitu.
      Dapet suami dari modal ta'aruf ya Mba.
      Hihihi

      Setuju mba, ide stimulasi ke anaknya keren

      Hapus
  2. saya mulai belajar masak sejak SMP di mulai dari yg kecil dulu hingga sekrang sudah pandai memasak dengan menu yg bisa masak sesuai skilla saya.. bagus banget mengajarkan anak memasak agar bisa bertahan hidup

    BalasHapus
  3. Mbaaak ... Aku seperti melihat diriku pada tulisanmu, wkwkwk ... Sejak kecil aku dilarang masuk dapur oleh Ibu. Makanya kami nggak pernah bisa masak, lha wong nggak dibolehin karena katanya ngerepotin.

    Belajar dari situ, anak-anakku sudah aku libatkan di dapur. Belum mulai memasak sendiri, sih. Misalnya pulang dari belanja, mereka yang cuci sayuran, keringkan, lalu tata di wadah dan masukkan kulkas. Atau bantu petik sayuran, potong tahu atau tempe, masih sederhana. Nanti bertahap semoga mereka bisa masak sendiri juga, ya.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Aduuuh mba Me, senengnya sama komentar Joss gandos kayak gini. Berkat komen ini daku jadi merasa gak sendirian

      Hihihi.

      Betul ya mba
      Akhirnya kita jadi usaha banget supaya anak anak gak semodel emaknya yg dahulu kala

      Hapus
  4. Paragraf awal2 aku ngakak dong, lucu pengalamannya.. paragraf tengah sampai akhir, inspiring bange

    BalasHapus
  5. Kami masih sebatas masak telur ceplok sama telur dadar doank Bun.. hahaha

    Istilahnya P3K lah. Penyelamatan Pertama Perut Keroncongan.

    Hihi.. biar pas emaknya lagi gak di rumah, mereka bisa makan.

    BalasHapus
  6. Mengajari anak memasak memang sangat penting dan nantinya bermanfaat, Mbak Sicha. Soalnya saya merasakan manfaatnya juga. Saya bersaudara 5 dan hanya 1 perempuan. Anak laki diajak masuk dapur. Akhirnya pas merantau jauh, soal makanan saya tidak khawatir karena bisa masak sendiri hehehe.

    BalasHapus
  7. Alhamdulillah di masa2 work from home kemaren selama kurleb 3 bulan dan sampe saat ini, anak2 digilir terus belajar masaknya. Si rara anak sulung kl numis bayam, nyambal sama goreng ikan udah bisa diharaplah. Tetap semangat ngajarin anak2 masuk skuuyy

    BalasHapus
  8. Anak saya masih balita tapi sudah ada ktertarikan sih di dapur. Sering dia bilang "mau bantu mama" tapi kalau soal masak-masak nggak dulu deh. Paling bantu ngaduk-ngaduk pas bikin kue :D

    BalasHapus
  9. Keren mbak, ngajarin putrinya memasak dari usia 12 tahun. Saya setuju dengan alasan dan tips yang disertakan.
    Dan kabar baiknya, karena pandemi, saya bisa intens mengajakran kedua anak laki-laki saya life skill, termasuk memasak.
    Saya sependapat pelajaran hidup seperti penting diajarkan sejak dini

    BalasHapus
  10. Memang segala sesuatu kalau diajarkan sejak dini, pasti jika sudah dewasa tidak kaget lagi. Sama halnya dengan memasak.

    BalasHapus
  11. Mengajarkan anak memasak nasi saat ini cenderung lebih mudah ya karena masaknya pakai ricecooker, jadi inget zaman kecil dulu, masak nasi ribet, mesti diarih dulu, baru dikukus pake panci pengukus, kalau teledor, nasi bisa gosong saat diarih, anak-anak sekarang sih masih kecil, nanti kalau agak besaran mau juga ah diajarin masak kayak cara diatas

    BalasHapus